Filosofi Teras diperkenalkan oleh Henry Manampiring, dalam bukunya yang berjudul sama.
Tapi akarnya, adalah filsafat Stoa (Stoisisme) yang umurnya sudah lebih dari 2300 tahun dari Yunani-Romawi Kuno. Karena lidah orang Indonesia ditafsir bakal kesulitan mengucapkan “Stoisime”, maka diterjemahkanlah dalam bahasa indonesia sebagai: “Filosofi Teras.“
Lantas, apa sih filosofi teras itu?
Filosofi Teras atau Filsafat Stoa, adalah sebuah mahzab aliran filsafat Yunani dan Romawi kuno. Didirikan oleh seorang filsuf dari Cyprus yang bernama Zeno pada 300 tahun SM.
Stoa berasal dari bahasa yunani, stōïkos, yang berarti beranda atau teras. Konon, dahulu Zeno kerap mengajarkan tentang filsafat ini di sebuah teras berpilar yang dihiasi lukisan (stoa poikile). Karena itulah kemudian Henry, menyebutnya dengan folosofi teras.
Beda dengan filosofi kopi, filosofi teras bertumpu pada prinsip bahwa manusia harus hidup sesuai dengan nalar dan virtue (arete) yang semestinya. Artinya, orang-orang stoa percaya bahwa default state manusia sejatinya adalah bahagia dan bijak.
Masalah terjadi kemudian ketika manusia tidak bertindak sesuai kodratinya itu.
Karena itu, salah satu prinsip paling mendasar dalam filsafat stoa adalah dikotomi kontrol. Dikotomi kontrol itu sesederhana membagi bahwa ada hal-hal yang masuk ke dalam kendali kita. Ada hal-hal yang di luar kendali kita.
Sebagaimana Epictetus pernah mengatakan, “Some things is up to us. Some thing is not up to us.“
Karena itulah, dengan memahami kedua dikotomi kontrol ini, kita bisa bekerja sesuai dengan kodrat dan alam.
Fokus hanya pada apa yang menjadi kendali kita, dan biarkan hal-hal di luar itu berjalan dengn hukumnya sendiri. Itulah prinsip filosofi teras yang paling utama.
Baca juga: Apa Itu Produktivitas? Ini Pengertian, Contoh Dan Cara Mengukurnya
Mengapa Filosofi Teras (Stoa) Relevan Di Jaman Now?
Di masa di mana berita Indonesian blood Agnesmo, begitu cepat dan instan menjadi viral ini, apa masih relevan kita mesti belajar filsafat yang usianya sudah jadul?
Jangankan belajar, mendengar kata filsafat aja, bikin sebagai generasi millenial bergedik. Malas dan bikin jenuh. Kesannya rempong amat gitu ya…
“Ngapain juga mesti capek-capek belajar filsafat jadul?“
Barangkali begitu kira-kira ungkapan anak gen Y ini…
Tapi justru itulah, justru karena berita-berita negatif itulah, justru karena hoax dan bombardir iklan itulah yang kemudian mau gak mau membuat kita berpikir. Kita kudu punya cara untuk menangkis semua itu.
Justru karena distraksilah, kita mesti punya cara alternatif untuk menjalani kehidupan yang stressful ini.
Karena itulah, ada trend peningkatan pencarian alternatif way of life, belakangan ini. Gaya hidup hedonis, instan, higgies nyatanya bikin orang penuh dengan stress dan lupa cara bahagia.
Perihal ini pernah saya singgung sedikit di artikel ini.
Menurut Henry Manampiring, Filosifi teras sangat relevan dipelajari dan diamalkan oleh millenial jaman now. Sebab selain praktis (ya.. millenial love practicity!), juga memang pada dasarnya, problem orang jadul dengan orang kekinian masih sama. Negative Emotion. Dan itulah yang membuat filosofi teras ini sangat relevan dan efektif untuk diamalkan.
Menurut saya, Justru masalah yang dihadapi generasi millenial hari ini jauh lebih kompleks dari generasi sebelumnya. Kita dibombardir dengan distraksi yang bikin kita burnout dan overwhelming setiap harinya.
Kalau gak bisa mengontrol penggunaan energi dengan baik, habis kita.
Kita lebih butuh a practical pricples seperti filosofi teras ini, then other all generation.
Bagamana Mengaplikasikan Filosofi Teras?
Inti dari Filosofi Teras sangat sederhana: Fokuslah pada hal-hal yang menjadi kendalimu. Jangan pusingi hal-hal diluar kendalimu.
Apa saja yang merupakan kendali kita dan bukan kendali kita?
Yang tidak menjadi kendali kita:
- Persepsi/opini orang lain
- Hal-hal yang akan terjadi
- Kesehatan
- Kekayaan
- kesuksesan
- prestasi
- promosi
- dan lain-lain
Hal-hal yang menjadi kendali kita:
- Persepsi kita
- Respon kita terhadap sesuatu
- Pikiran kita
Hari ini, kita disibukkan dengan hal-hal yang bukan merupakan kendali kita. Dan inilah sumber segala emosi negatif. Marah, kecewa, depresi, sedih, khawatir dan semacamnya.
Mengetahui mana yang menjadi kontrol kita, dan mana yang bukan adalah bekal tak kasat mata (Invisible Capital) untuk hidup lebih bahagia, dan bisa jadi produktif.
Contoh:
Kenaikan jabatan bukanlah di dalam kendali kita. Tapi meski begitu banyak orang yang memaksakan keinginannya meski itu ada di luar kendalinya. Pada akhirnya, jika realita gak sesuai dengan ekspektasi, stress dan depresi pun menyeruak.
Di media social misalnya… Berapa banyak diantara kita yang memposting foto dan status di FB dan IG hanya untuk mendapatkan like dari orang? Jujur aja semua kita pernah melakukannya.
Pada akhirnya kita menjadi budak terhadap persepsi orang lain. Kita tidak benar-benar merdeka. Sebab kebahagiaan kita, ditaroh di atas penilaian orang lain. Kalau orang lain tidak suka, maka kita pun kemudian menjadi marah, sedih dan jengkel.
Inikah hidup yang kita mau?
Kalau saja kita sadar bahwa persepsi dan penilaian orang lain terhadap kita itu diluar kendali kita, maka dengan mudah kita bisa terhindar dari “boros energi” akibat terlalu baper dengan kondisi itu.
Baca juga: Meningkatkan Fokus Dan Produktivitas Kerja Dengan Teknik Pomodoro
Apakah Filosofi Teras Berarti Berpasrah Diri?
Lantas pertanyaannya kemudian, jika demikian bukankah berarti kita pasrah saja berdiam diri membiarkan nasib mengombang-ambingkan hidup kita?
Jelas tidak!
Sebab meski dalam kondisi apapun, kita tetap punya pilihan untuk bertumbuh.
Kita bisa memilih untuk bersikap dan merespon seperti apa. Tidak ada yang bisa merebut kemerdekaan jiwa kita tanpa seizin kita.
Seperti Proklamator Bung Hatta pernah berujar, “Kau bisa memenjara tubuhku, tapi selama dengan buku, aku bebas.” Beliau paham betul, bahwa selalu ada pilihan disetiap kondisi apapun. Dalam hal ini beliau hanya menggambarkannya dengan buku. Tapi poinnya, bukanlah pada bukunya. Poinnya adalah pada pilihan yang dibuat Bung Hatta sendiri.
Dalam buku Filosofi Teras, Henry mengisahkan tentang admiral James B. Stockdale. Seorang wakil laksamana Angkatan Laut Amerika Serikat dan penerbang yang dianugerahi Medal of Honor dalam Perang Vietnam. Di mana ia menjadi tahanan perang selama lebih dari tujuh tahun.
Selama 7 tahun itu, ia disiksa dan diperlakukan buruk setiap harinya. Tapi beliau tetap menggunakan kendalinya pada dirinya sendiri untuk tetap menjadi positif.
Ketika di-interview oleh Jim Collins, penulis buku Good to Great, Stockdale menjawab,
“Saya tidak pernah kehilangan kepercayaan diri pada akhir cerita. Saya tidak pernah ragu bukan hanya bahwa saya akan keluar, tapi juga bahwa saya pasti akan menang dan mengubah pengalaman ini menjadi sesuatu yang dangat berharga dalam hidup saya. Yang kalau dipikir-pikir, tidak akan pernah saya pertaruhkan sedikit pun.“
Begitulah, filosofi teras bukan berarti kita berpasrah pada takdir. Tapi seperti kata Victor Frankl, yang juga jadi tahanan di kamp konsentrasi Nazi, “Segala hal bisa direnggut dari seseorang, kecuali satu hal: Kebebasan terakhir manusia. Untuk memilih sikapnya sendiri, dalam kondisi yang seperti apapun.”
Bagaimana Filosofi Teras Membantu Mengelola Energi dan Stress?
Dengan berfokus hanya pada hal yang penting saja, anda bisa menghemat energi berkali-kali lipat dari sebelumnya.
Stress dan burnout, terjadi karena penggunaan energi kita yang tidak efektif pada emosi negatif. Bukan karena bekerja keras secara fisik.
Sebagai contoh, energi yang dikeluarkan untuk liburan, jauh lebih besar daripada energi untuk bekerja. Pada saat liburan, kita harus berjalan, mendaki, kadang berenang, dan lain sebagainya. Tapi kenapa liburan tidak bikin kita stress dan burnout?
Sebab emosinya positif. Kita senang melakukannya.
Sebaliknya, berfokus pada hal-hal yang bukan merupakan kendali kita, membuat kita cenderung mengeluarkan emosi negatif. Dan emosi negatif ini, menguras cadangan energi lebih banyak daripada bekerja keras secara fisik.
Kesimpulan
Jaman now, energy management adalah kunci hidup lebih produktif dan tidak stress.
Diluar sana, ada jutaan hal yang siap merebut perhatian kita dan menguras habis pasokan energi kita. Kalaulah tidak pandai-pandai memanage energi dan fokus, kita benar-benar akan burnout (kelelahan).
Filosofi teras menawarkan sebuah pendekatan praktis untuk kita amalkan dalam hidup dan pekerjaan sehari-hari. Dengan mengajak kita untuk memorsi apa yang bisa dikontrol dan apa yang diluar kontrol kita.
Prinsip ini bukan hanya berguna untuk membantu anda menjadi lebih produktif dan hemat energi, tapi juga menjadi lebih bahagia dan tenang menjalani semua lika-liku kehidupan.
Gimana? tertarik mencoba filosofi teras?
kelemahan buku filosofi teras apa kak