Penting gak sih mencintai diri sendiri?
Tuntutan dunia kerja atau profesionalitas, tak bisa dipungkiri, terasa selalu menuntut kita untuk selalu tampil sempurna. Tak bercacat, dan bersih dari secuil hal buruk.
Belum lagi di era digital seperti sekarang ini, di mana segala sesuatu dinilai dari jumlah likes di instagram, menjadi semacam hukum tak tertulis, bahwa kita harus selalu tampil sempurna dan kelihatan hebat.
Bener gak sih?? Do you feel the same?
Nah, dengan semua hal itu, yang jadi masalah adalah terkadang kita jadi lupa dengan diri kita sendiri. Luput, bahwa kita juga manusia biasa. Punya kurang dan kebutuhan. Kadang bikin kesalahan dan kealfaan.
Kondisi dikotomis seperti ini tak jarang bikin kita stress dan depresi loh.
Nah, karena itu penting banget untuk menyadari dan memegang prinsip tentang penerimaan dan pengelolaan diri sendiri. Tentang bagaimana kita menerima diri sendiri apa adanya.
Dengan kata lain, kita butuh Self-Love. Menerima dan mencintai diri sendiri. Let’s dive in…
Pentingnya Self-Love
Self-Love itu bukan berarti narsisme loh ya.. bukan juga berarti egoisme. Tetapi tentang menerima dan memperlakukan diri kita sendiri dengan sebaik mungkin.
Loh, emang kenapa sih butuh mencintai diri sendiri?
Sadarkah kamu bahwa orang yang paling dekat dengan diri kita sendiri adalah ya diri kita. Diri ini adalah fasilitas dari Tuhan, untuk kita menjalani hidup dengan baik. Dan menjadi bermanfaat bagi orang lain.
Diri dan tubuh inilah yang kita gunakan untuk meraih apapun yang kita impikan. So, kalau bukan kita yang memperlakukannya dengan baik, maka tidak akan ada yang memperlakukannya dengan baik.
Dengan mempraktekkan self-love, berarti kita mengambil alih kehidupan kita sendiri. Dan menyayangi serta memperlakukannya dengan sebaik mungkin.
Hanya dengan begitu, ia bisa bekerja dengan maksimal sebagaimana fungsinya.
Tubuh yang tak terawat, jiwa yang tak tersentuh, hati yang tak terdengar, serta rasa yang tak tersalur, adalah cikal bakal runtuhnya diri seseorang. Entah itu secara fisik, maupun secara mental.
Khusus secara mental, dampaknya akan sangat berbahaya ketimbang sakit fisik. Sebab gejalanya bisa tak terlihat, atau kalaupun terlihat tapi penyebabnya tak terbaca. Istilahnya psikosomatis. Penyakit fisik yang disebabkan oleh tekanan psikis.
Kenapa banyak orang sulit mencintai diri sendiri?
Sebab pembicaraan semacam itu, dianggap tabu dan teramat egosentris.
Dan memang, kita tidak terbiasa berhubungan atau berbicara dengan diri ini. Sehingga sejatinya, kita gak kenal diri diri kita sendiri.
Ya, belive it or not, banyak banget orang gak kenal sama dirinya sendiri.
Mereka tidak tau jati dirinya seperti apa, value positif yang ia bawa dalam hidup seperti apa, potensi dan bakatnya dimana, serta hal-hal membanggakan tentang hidupnya apa saja.
Dan sebagaimana yang pernah saya bilang di post sebelumnya, ketika orang tidak kenal dengan dirinya sendiri, maka ia tidak akan percaya dengan diri sendiri.
Orang-orang yang tidak mencintai dirinya sendiri pasti gak akan PeDe. Selalu minder, perasaan insecure, dan merasa serba salah. Tidak bisa mengambil keputusan. Ringkasnya, mereka tidak bahagia.
Begitulah, Orang sulit mencintai diri sendiri sebab tidak kenal dengan diri sendiri. Bukankah pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang?
5 Cara Mempraktekkan Self-Love
Sekarang, pertanyaannya bagaimana mulai untuk mempraktekkan self-love dalam kehidupan sehari-hari? Bagaimana caranya?
Sebelumnya perlu kamu ketahui, bahwa proses untuk bisa mencintai diri sendiri, sampai nanti pada percaya diri dan dengan berani mengatakan kepada dunia, “I Love My Self”, itu semua butuh proses yang panjang.
Membangun hubungan baik dengan diri sendiri tak bedanya membangun hubungan dengan orang lain. Tak ada orang yang dengan serta merta bisa cinta dan percaya begitu saja.
Begitupun dan denan self love dan self confidence.
Perlu dipahami pula bahwa, self confidence itu adalah buah dari bagaimana kita memperlakukan diri sendiri. Secara konsisten dan subconscious.
Nah, untuk bisa mempraktekkan self-love, berikut 5 tahap prosesnya:
1. Self Forgivenes
Tidak ada orang yang tidak punya kesalahan. Tak seorang pun luput dari dosa dan kealpaan.
Dan ternyata tak jarang, rasa ketidakpercayaan diri, tidak mencintai diri sendiri, lahir dari kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu, tapi kita belum memaafkan diri sendiri untuk itu.
Ada semacam perasaan bersalah, perasaan bahwa kita adalah orang jahat yang bercokol di pikiran bawah sadar, dan itu menghambat kita untuk merasa bahagia dengan diri sendiri.
Ada seorang anak yang ketika merantau ke negeri orang, mendapat kabar bahwa orang tuanya sakit keras. Bahwa diperkirakan umur ibunya tidak akan lama lagi. Jika ingin melihat ibunya untuk terakhir kalinya, dia diminta pulang segera.
Namun apa daya, ia bekerja dan tidak punya waktu libur. Lagipula ia tidak punya uang untuk tiket pulang. Dikabarinya bosnya, namun ia tak diberi izin. Dicobanya mencari pinjaman ke teman-temannya, tak satupun yang bisa membantu, sebab semuanya juga tak punya uang.
Singkat cerita, si Ibu pada akhirnya meninggal dunia. Mendapati kabar memilukan itu, ia cuma bisa tersedu sedan di pojokan kamar kostnya yang sumpek. Menyesal dalam hatinya tak bisa pulang.
Lama perasaan itu dibawanya, membekas dalam hatinya, dan mengganggu setiap tidur malamnya. Tak ada yang lebih menyakitkan dari perasaan bersalah pada diri sendiri. Makan tak sedap, tidur tak nyenyak, hingga akhirnya ia bertekad untuk tak menikah selama-lamanya.
Itulah yang menghambat hidupnya. Sepanjang hidup, ia merasa tak layak bahagia. Cinta dan bahagia adalah belati jahat yang terbungkus dalam kulit domba yang indah.
***
Itulah contoh jika kita tak memaafkan diri sendiri dari kesalahan di masa lalu. Pahit, getir dan merasa tak layak bahagia. Berbuat sedikit salah, bergerak pun jadi tak berdaya.
Maka langkah pertama dalam mempraktekkan self love adalah memaafkan diri sendiri dari kesalahan apapun di masa lalu.
Dalam hal ini, ingatlah aturan emas berikut ini:
- Memaafkan bukan berarti membenarkan
- Memaafkan bukan berarti menyukai hal itu
- Memaafkan bukan berarti mengijinkan kembali terjadi
- Tetapi memafkan untuk melepaskan belenggu negatif dari perasaan bersalah akibat kejadian itu.
2. Forgive Others
Setelah memaafkan diri sendiri, maka kita juga perlu untuk memaafkan orang lain.
Sebab tak sedikit juga, orang-orang yang hidupnya menjadi begitu menderita lantaran perlakukan negatif orang-orang sekitarnya di masa lalu.
Ada yang kena bullying, ada pula yang di khianati. Ada yang di dzalimi, dan ada yang tersakiti.
Perlakuaan orang-orang itu, terutama oleh orang-orang yang kita nilai sebagai yang punya otoritas atau kedekatan hubungan seperti kerabat dan saudara, biasanya memberikan dampak psikologis yang begitu dalam. Membekas dan menggores di dalam batin. Dibawa kemanapun hingga usia dewasa. Menciptakan semacam mental blok atau sakit hati yang membelenggu.
Seorang pasien hipnoterapi kami, sebutlah namanya dina (samaran), adalah orang yang periang. Dia punya mimpi untuk punya usaha butik sendiri. Tetapi ternyata jauh di dalam hatinya ada luka besar yang begitu pedih dan menganga.
Yang menjadi masalah adalah, dirinya tak bisa memberi kepercayaan pada laki-laki. Maka tak pernah ia berhasil menjalin hubungan yang baik dengan laki-laki manapun.
Bahwa ia menangis hampir setiap malam. Ternyata bercokol kebencian yang teramat besar pada sosok ayahnya sendiri.
Setelah dicari akar masalahnya di masa lalu, melalui tekhnik hipnoterapi, didapati bahwa sosok ayahnya ini adalah orang yang keras dan kasar. Kerap disaksikannya perlakukan buruk ayah kepada ibunya di depan matanya sendiri.
Dina kecil, yang tak paham apa-apa cuma bisa menangis dan secara bawah sadar mengartikan cuplik demi cuplik perlakuan buruk sang ayah itu, sebagai “laki-laki itu jahat dan kasar.”
Itulah yang dibawa Dina hingga dewasa. Sehingga terjawab teka-teki selama ini mengapa tak pernah bisa ia menjalin hubungan yang serius dengan laki-laki.
Maka dilakukanlah terapi untuk me-release emosi dan mindset negatif itu. Berulangngkali kami meminta dina memaafkan ayahnya itu secara bawah sadar. Namun berat, sebab rasa sakit itu teramat raksasa. Bahkan untuk menyebut nama ayahnya saja, ia abreaksi demikian hebat. Tubuhnya gemetar dan air matanya tumpah.
Setelah cukup lama, pada akhirnya Dina bersedia memaafkan ayahnya itu. Tentu dengan menekankan “prinsip emas memaafkan” di atas. Beberapa waktu setelahnya, kami mendapati kabar bahwa Dina sebentar lagi akan menikah, dan ia pun telah pindah ke kota lain untuk hidup bahagia dan membangun bisnisnya untuk punya butik sendiri.
Nah, jika kamu gak pede, atau merasa insecure, benci, dendam, gampang marah, gampang sedih, bisa jadi itu semua lantaran prilaku buruk orang lain yang pernah terjadi di masa lalu.
Untuk bisa self-love, kamu perlu melepaskan emosi itu. Dan kamu perlu memaafkan semua orang-orang itu.
3. Self-Acceptance
Proses selanjutnya adalah menerima diri sendiri apa adanya. Ikhlas dan lapang dada dengan semua keadaan diri kita saat ini.
Ingatlah kata-kata Pakcik Andrea Hirata, dalam salah satu novelnya berikut ini: “Hidup adalah tentang membenturkan dirimu pada kenyataan, sepahit apapun kenyataan itu adanya.”
Bahwa saat ini hidup kita seperti ini, ya itulah hidup kita. Ikhlas dan pasrahlah menerima keadaan itu.
Menerima diri juga berarti menghidupkan kembali nilai-nilai positif yang sebenarnya sudah ada dalam diri kita, tapi selama ini karena sesuatu dan lain hal, nilai-nilai itu tak kita kerjakan.
Sebagai contoh, bisa jadi sebenarnya kita adalah orang yang rajin, rapi dan disiplin. Sebab seperti itulah didikan orang tua kita dulu. Tapi karena hidup kita tengah terlalu kacau, kita jadi malas-malasan.
Maka dalam pada ini, dibutuhkan penerimaan diri yang ikhlas. Menerima diri sendiri berarti mengambil tanggung jawab penuh akan kontrol hidup kita. Dan tak lagi menyalahkan siapa-siapa untuk itu.
Kemudian caritahu pula, hal-hal yang sekiranya bikin kamu bangga dengan dirimu sendiri. Bisa jadi selama ini kita lupa bahwa diri kita sebenarnya berharga loh… Hanya saja kita teramat sibuk untuk berpikir negatif sama diri sendiri.
Dalam hal ini, saya selalu mengingat kisah selembar uang seratus ribu. Walau bagaimanapun ia dikucek-kucek, digulung, bahkan diinjak-injak, tidak ada orang yang tidak mau menerimanya. Mengapa demikian? Sebab nilai uang 100 ribu itu, tak pernah berkurang sedikitpun.
Begitupun halnya dengan diri kita, nilai diri kita tetap utuh. Tak peduli sekeras apapun hidup membanting, meremehkan dan mengucilkan. Kita tetap pribadi yang berharga.
4. Self Care
Yang saya maksud dengan self care adalah memperlakukan diri dengan sebaik mungkin. Sebab kita yakin bahwa diri ini berharga, maka diri ini layak mendapatkan yang terbaik.
Coba ingat-ingat kapan terakhir kali kamu “me time” yang berkukalitas?
Mulailah menghadiahi diri dengan hal-hal yang baik. Rawatlah diri sendiri dengan sebaik mungkin. Kenakan pakaian terbaik, nikmati makanan sehat, dengarkan musik favorit, dan sebagainya.
Tak perlu mahal, cukup sesuaikan dengan kemampuan kamu sendiri. Yang paling penting cukup layak dan gak pelit dengan diri sendiri pada saat me time.
Selain itu, kamu juga perlu berkomitmen untuk memperlakukan diri sendiri dengan sebaik mungkin. Gak boleh lagi ada penghinaan sama diri sendiri pas lagi di depan cermin. Gak akan lagi ada perasaan merendahkan diri sendiri, membandingkan dengan orang lain, atau mengasihani diri sendiri dengan tragis.
Ingat, you are the best. Kamu terbaik. Dan kamu layak mendapatkan yang terbaik.
5. Self Development
Langkah terakhir adalah mulai untuk mengembangkan diri sendiri. Pelajari hal-hal baru, baca buku baru, kuasai skill-skill baru.
Kamu akan terkejut sendiri menyaksikan betapa besar perubahan yang terjadi dan peningkatan kepercayaan diri setelah mulai mengembangkan diri.
Selain itu, mungkin juga sudah saatnya kamu berkomitmen untuk merajut kembali cita-cita yang dulu pernah menggelora. Karena kamu sudah sadar dengan potensi diri sendiri, maka gak ada salahnya bercita-cita yang tinggi. Barangkali kamu ingin kembali ke bangku kuliah, menyelesaikan pendidikan S2 atau S3. Barangkali kamu sudah lama ingin mulai usaha sendiri. Atau mungkin kamu menyimpan hasrat mendalam untuk menulis buku dan menerbitkannya.
Satu hal yang perlu kamu pahami, yakinlah pada kemampuan dan potensi dirimu sendiri. Ketika kamu yakin, benar-benar yakin 100%, maka tidak ada yang bisa menghentikanmu.
Self love pada akhirnya butuh self actualization. Sebagaimana pada diagram motivasi Maslow, bahwa kebutuhan kita yang paling tinggi sebagai manusia adalah mengaktualisasikan diri, menjadikan diri ini berguna dan bermanfaat untuk orang lain.
Sebab akan percuma jika kita hanya fokus mencintai diri sendiri, tapi lupa menghadiahkan diri kita pada orang lain. Bukankah itu yang disebut dengan narsisme atau egoisme. Maka puncak tertinggi bagi self love adalah kebermanfaatan diri untuk sekitar.
Kesimpulan; Self love tidak sama degan egoistis
Mencintai diri sendiri sudahlah demikian pentingnya. Sebab itu adalah bagian atau wujud kesyukuran kita pada pencipta. Memperlakukan diri ini dengan sebaik mungkin, dan pada akhirnya menghadiahkannya pada komunitas kita adalah tujuan utama kita dilahirkan.
Maka self love bukan berarti egois. Bukan pula narsis.
Sebab self love, adalah manifestasi dari kesadaran kita sebagai khalifah di muka bumi ini.
Sekian, semoga berguna. Semoga menggugah.
izin share ya pak
Silahkan…